Sabtu, 06 Juni 2020

Juni yang Lalu

Foto ( Bulan, Juni 2020)

Langit menyibak bulan
Cahayanya melauti hamparan bumi yang kelam
Pada malam Juni Sabtu yang lalu
Sebut saja malam Minggu

Keromantisan berpasangan akan lebih indah
Bersama jamuan secangkir kopi dan mulai bercerita 
Sesekali menatap langit yang penuh dengan cahaya
Sembari tersenyum berbagi rasa asmara

Kelopak mawar terlihat indah malam itu
Ikut merekah dan kasmaran dalam lindungan bulan
Ia melupakan duri-duri karena tak ingin melukai
Di tengah malam yang penuh keromantisan

Laut cahaya semakin menggila
Menerangi sudut bibir yang diisi senyum bahagia
Untung saja malam itu berbatas waktu
Andaikan detik berhenti ketika itu, yah ketika itu

Di keindahan itu, langit pun pandai menghias bulan
Awan berkumpul menjadi bagian yang tidak bisa dilupakan
Sabtu pada Juni yang lalu menyajikan keindahan 
Mungkin sulit akan terulang pada Juni yang akan datang

Dharmasraya, 060620

Jumat, 05 Juni 2020

Neraka di Kota Kita

Foto ; ( dok. Istimewa )

Panasnya kota kita membakar masa
Kerasnya persaingan mengubur mimpi si pandai
Terpaksa menyandang rajutan rotan dan gancu
Demi memikul hidup daripada harus lapar

Si tampan tetap tersenyum mewah
Mengait satu persatu sisa tempat makan si kaya
Bekerja susah jika tidak ada sesuatu di balik meja
Namun ia tetap sumringah di tengah kobaran sampah

Kulit yang putih kini telah kelam dan kusam
Berteduhkan sebuah topi memperebutkan sekelipak sampah
Kasihan sekali anak bunda, yang gagah kini berbeda
Sosok yang harusnya mengacau dunia, menjadi generasi duafa

Letupan dahaga terdengar dikerongkongannya
Tatkala mengayun gancu menjangkau sekelipak masa
Runtuh hati di dada, melihat sosok gagah akan punah
Mengucur air mata, menyaksikan si pandai kalah di depan meja

Panasnya kota kita
Sepanas larva gunung yang marah
Harus bertahan di dalam gulungan ombak sampah
Dan biarkan mereka terus bermain di balik meja

050620, Dharmasraya
Goel A Pahit

Sabtu, 23 Mei 2020

Maafkan (Menang)


Foto ; Sunset

Malam telah menutup ramadhan ini
Seiring waktu kemenangan itu datang
Berbagi dan berbagai kebahagiaan terasa
Saling bersilang maaf dan ampun

Takbir telah berkumandang sejauh seru
Maafkan, segala kekhilafan sepanjang tahun ini
Biarkan menjadi pembelajaran hidup
Untuk kita bersama, saling memaafkan

Esok bersama pagi
Kecipak langkah menuju rumah Allah berirama
Dosa-dosa gugur sepanjang jalan
Memohon ampun dan memulai hidup dengan kebaruan

Selamat menggenggam kemenangan 
Selamat memaafkan sesama manusia lemah 
Meski wabah tengah melanda, jangan tinggalkan kemenangan
Menang lah dari wabah, hiduplah bahagia

Setelah kemenangan ini
Esok pagi, setelah do'a-do'a itu dikabulkan
Wabah itu akan tenggelam bersama dosa-dosa
Selamat menang, maafkan kita sesama


23/05/50
Sumbar

Minggu, 10 Mei 2020

Luka-luka Manusia

Gambar : (Penulis)

Sepatuku kotor karena jalanan yang becek
Untung bagian luarnya saja
Jalan itu harus kutempuh, karena tak ada jalan lain
Meskipun harus mengotori sepatu baruku

Di sela-sela kayu nan rindang 
Berkawan suara burung-burung di hutan
Sedikit gerimis mendinginkan suasana
Terus berjalan di jalan-jalan yang butuh renovasi

Tidak apa sepatuku yang kotor
Lama-lama lumpur itu bisa menenggelamkan
Aku tidak ingin tenggelam 
Masih banyak luka-luka disana yang belum sembuh

Aku bukan pahlawan itu
Aku hanya manusia yang punya yang iba, tapi tak punya apa-apa
Disinilah, riuh sepoi angin hutan menghibur diriku
Jauh dari hiruk-pikuk dan berita kekacauan negeri

Aku ingin nikmati disini
Nikmati saja disana, tulisanku akan memanah telinga kalian

Minggu, 26 April 2020

Rindu Yang Tak Tersapa

Gambar : Hutan hijau yang sunyi, namun indah.

lebih jauh dari terbang elang
tak bisa terdengar lagi manjamu dari jendela
lebih tinggi dari bintang-bintang
cahayamu redup dan mulai hilang

rindu yang tak tersapa
derita hati menanggung rasa yang berat
kerinduan memanjamu dalam malam
kau buat aku menunggu

hingga mawar itu mulai layu
begitu lama kau jauh-jauh
mencari jati diri
menciptakan rindu yg tak tersapa

bak menghilang di telan bumi
menunggu dalam letih hati
hanya segenggam kepercayaan
membuatku bertahan, kau hatiku (goel)

Menulis Air Mata

Jatuh berderai dihela rindu
Sendirinya ia menulis di tanah Tuhan
Mewakili rindu yang tersiksa sendiri
Berita tentang mereka hanya obat sekejap

Lelah bersarang di tubuh yang beku
Tiada wajah pengobat kasih dan sayang
Ia jauh di antara bukit-bukit yang curam
Memaksa diri menahan rindu dalam keadaan seperti ini

Biarlah lama terseduh sedan
Air mata menulis sendiri tidak tahan lagi rindu
Dunia membuncah dengan berita wabah
Diri tertahan karena cinta, rindu dipuntal dulu

Walau lelah jalan ini akan terus ditempuh
Menanti waktu akan pulang
Menuai rindu, kasih dan sayang 
Sementara disini, bertarung pilu